Sabtu, 11 Februari 2012

Olahraga crocquet dan cricket { by : fitri }




Olahraga crocquet dan cricket
The Riverside lapangan cricket terindah di Inggris

Inggris Raya membanggakan diri sebagai negara tempat asal berbagai jenis olahraga, tetapi publik olahraga di negara ini seringkali merasa minder dan risau karena di banyak nomor olahraga yang mereka mulai, negara-negara lain sekarang jauh lebih berhasil dari Inggris.

Keluhan yang paling baru datang dari seorang tokoh olahraga cricket. Kalau anda belum pernah dengar atau melihat cricket, memang olahraga sejenis kasti ini hanya dimainkan di Inggris dan negara-negara bekas jajahannya.

Mantan ketua umum pengurus persatuan cricket Inggris, Lord MacLaurin, mengatakan cricket terancam punah, seperti olahraga crocquet yang sekarang sangat jarang terlihat di negara ini.

Anda mungkin pernah melihat permainan crocquet di televisi atau filem-filem tentang Inggris, khususnya Inggris zaman dulu. Alat mainnya adalah bola yang dipukul dengan semacam martil kayu, ke dalam gawang kecil berbentuk huruf u terbalik.

Setting permainan ini biasanya adalah rumah mewah kuno, dengan lapangan rumput hijau yang tercukur rapi.

Kalau sampai cricket punah, ini persoalan lumayan gawat bagi identitas nasional bangsa Inggris. Yah ucapan saya mungkin agak berlebihan sedikit, tetapi cricket merupakan pemandangan yang melekat dengan kehidupan musim panas di sini.

Cricket adalah olahraga musim panas utama, seperti halnya sepakbola merupakan olahraga musim dingin utama. Bedanya lagi, kalau sepakbola sepertinya menunjukkan ciri-ciri terburuk watak masyarakat Inggris, seperti hooliganisme, rasisme dan nasionalisme picik, cricket dianggap mewakili keluhuran peradaban Inggris.

Sopan santun, kebersamaan, fair play, pokoknya sifat-sifat yang menjadi gambaran ideal seorang gentleman. Mantan perdana menteri John Major, ketika berbicara tentang kerinduannnya atas nilai-nilai dasar Keinggrisan, menyebutkan hari-hari panjang musim panas, dimana lapangan-lapangan di pedesaan yang menghijau, diisi dengan pertandingan cricket.

Sekarang menurut Lord MacLaurin, popularitas cricket terancam. Ia menyerukan agar cricket melakukan inovasi, dalam aturan main, kompetisi maupun pemasaran, agar tetap popular, terutama di kalangan muda.

Pertandingan cricket yang berlangsung sampai lima hari, dianggap lamban dan kesulitan menarik penggemar baru. Sudah lima hari pun kadang-kadang pertandingan masih berakhir seri.

Masyarakat sekarang maunya menonton pertandingan cepat dengan banyak action, dan selesai dalam sehari, atau sepanjang sore saja. Format semacam ini semakin diperkenalkan, dan percobaan ini dianggap sukses.

Tetapi saya menduga, selain permainannya sendiri lamban dan bikin ngantuk orang awam, pudarnya popularitas cricket juga berkaitan dengan kurang suksesnya tim Inggris.

Tim Inggris kalah terus dari musuh bebuyutan mereka, Australia, bekas jajahan yang sejarah modernnya dimulai sebagai tempat pembuangan kriminal. Melawan India, Pakistan, Sri Lanka dan Afrika Selatan pun, prestasi Inggris sedang-sedang saja.

Keresahan tentang kemerosotan prestasi Inggris juga terasa dalam dunia tennis. "Kapan ya pemain Inggris bisa menjadi juara tunggal putra Wimbledon?" Pertanyaan ini muncul terus setiap akhir bulan Juni ketika turnamen akbar itu dimulai.

Terakhir kali pemain Inggris menjadi juara tunggal putra Wimbledon adalah pada tahun 1936. Pemain itu, Fred Perry, sudah meninggal dalam usia lanjut. Jadi yang bisa dilihat sebagai bukti kejayaan masa lalu hanya patungnya yang terletak di Wimbledon.

Dalam beberapa tahun terakhir, harapan Inggris berada di pundak Tim Henman, yang dengan bertambahnya usia, tampaknya semakin berkurang peluangnya untuk menjadi juara.

Pertanyaan serupa saya dengar ketika menyaksikan turnamen bulutangkis All England di Birmingham beberapa tahun lalu. Padahal olahraga badminton pertama kali diperkenalkan di Inggris di puri seorang bangsawan.

Sekarang olahraga ini hanya menjadi berita kecil di pojok koran-koran Inggris, karena entah sudah berapa tahun tidak ada lagi pemain Inggris yang mampu menyaingi pemain-pemain Cina, Indonesia, Malaysia atau Denmark.

Yang agak menjadi perkecualian mungkin sepakbola. Maksud saya olahraga ini tetap popular sebagai tontonan, meskipun Inggris terus menantikan kapan mereka bisa mengulang prestasi tahun 1966 ketika mereka menjadi juara dunia.

Setiap empat tahun, hasrat itu begitu besar sehingga kalau gagal, ada saja yang menjadi kambing hitam. Tahun lalu yang disalahkan adalah kiper David Seaman, yang dianggap sudah terlalu tua. Empat tahun sebelumnya, David Beckham yang kena kartu merah dianggap sebagai orang yang menghancurkan impian itu.

Seolah-olah kalau Beckham tak kena kartu merah, Inggris akan menang lawan Argentina dan menang di babak-babak berikutnya hingga juara. Pada tahun 1986 peristiwa tangan Tuhan Maradona dianggap sebagai penyebab kegagalan.

Bulan depan akan ada kejuaraan dunia Rugby di Australia. Olahraga ini juga dimulai di Inggris, tetapi sampai sekarang Inggris belum pernah menjadi juara dunia. Kali ini tim Inggris merupakan salah satu favorit kuat.

Kalau Inggris menjadi juara, kebanggaan nasional pasti akan melonjak, tetapi saya kira Inggris baru akan benar-benar pede lagi di bidang olahraga, kalau negara ini bisa menjadi juara dunia sepakbola lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar